Intermezo, Warung Kopi - Warung adalah sebutan popular untuk toko kecil
yang menjual kebutuhan rumah tangga, semacam sabun mandi, rokok, beras dan gula
kopi. Kerap disandingkan dengan istilah kedai, yang juga punya konotasi tempat
kecil untuk menjual aneka minuman dan makanan ringan. Bagi masyarakat awam ( masyarakat Bangka Belitung pada umumnya ) , warung atau kedai
adalah tempat yang selalu dikunjungi saban hari. Berbeda dengan mall atau
supermarket, yang kadang perlu timing tertentu untuk berkunjung, semisal ketika
tanggal muda, setelah gajian atau menjelang lebaran tiba.
Lebih lanjut, Warung adalah personafikasi
identitas komunal akar rumput. Artinya ia menjadi penanda jatidiri pribadi yang
merakyat, bukan identitas elite atau private. Warung di kampung, untuk di pulau
Bangka dan Belitong, selain tempat membeli kebutuhan rumahtangga, juga
sekaligus tempat ajang silaturahmi. Apakah sekedar menyapa antar tetangga, atau
berkeluh kesah tentang listrik dari PLN yang sering byar pet, koreksi dan
konfirmasi harga timah terkini, sampai pada masalah politik lalu debat kusir.
Tak heran, jika di warung-warung di Bangka, mudah ditemukan kursi untuk duduk-duduk
santai.
Warung juga bermacam bila ditinjau dari produk
jualannya. Ada warung Empek-empek, yang produk utamanya empek-empek.
Empek-empek sebenarnya masakan asli Bangka tepatnya dari Mentok, bukan dari
Palembang yang awam dikenal. Ada juga Warung Es, ini warung yang menjual
minuman es giling. Es yang digiling tangan, lalu dicampur dengan air santan dan
sirup, kemudian dipadupadankan dengan kacang hijau dan merah menjadi minuman
favorit di kala musim kemarau melanda.
Ada pula warung Kopi, biasa disingkat warkop.
Warung kopi tak kenal musim kemarau atau hujan. Jika warung Peempek itu kadang
tutup karena pasokan ikan berkurang gara-gara bulan terang (bulan purnama) atau
ombak musim tenggara itu, atau warung Es yang fluktuatif gara-gara musim yang
berubah-rubah, maka lain halnya dengan warung kopi. Warung kopi tetap jalan
kapanpun dan dimanapun. Harga produknya murah, lengkap dengan sajian aneka
makanan ringan, kue-kue khas lokal, kue ambon, bugis, kue apem, celepon, bijur
goreng, pisang goreng, dsb.
Kadang warung disebut beserta nama empunya,
misalnya yang punya warung bik (bibi_sebutan untuk perempuan dewasa yang telah
menikah) Acit, maka warung nya menjadi warung Bik Acit, ada pula Warung
Pengkolan, gara-gara lokasinya dibelokan jalan. Ada pula warung kopi 99, karena
berhubung nomor rumahnya kebetulan 99.
Ketika peak
hours, masa sibuk yakni pagi dan malam hari, penjunjung membludak. Betah
berjam-jam kadang lupa jam kantor masuk. Apalagi produk andalan, kopi itu
terasa nikmat dan lezat bagi kebanyakan orang, maka bisa dijamin jumlah
pelanggan yang datang. Belum lagi ditunjang dengan suasana yang nyaman dan
hangat, Tak heran, warkop menjadi tempat setia bagi masyakarat kampung kita.
Maka tak salah jika berbicara warung kopi, kita
berbicara tentang jatidiri kemelayuan kita, atau kita sebagai orang Indonesia.
Kita tak terbiasa dengan bar atau pub. Sebab, keseharian kita tak lepas dari
warung-warung ini. Sesuatu yang ramah tamah dan mudah dikunjungi. Tempat yang
hangat dan berkelakar riuh rendah itu.
Warung kopi bukan sebatas tempat minum kopi saja,
ia menjadi area publik yang aspiratif. Bagi sebagian pembuat kebijakan publik
seperti pejabat Negara, bupati atau polisi, Warkop menjadi lahan alternatif
mendapatkan informasi-informasi arus bawah. (aksansanjaya)