Sekilas Cerita Fotografi di Bangka Belitung ( bagian
1 ) - Berbeda dengan
dahulu, ketika teknologi di bidang fotografi masih belum maju dibandingkan saat
ini. Fotografi awalnya dipandang ekslusif karena segelintir orang saja yang
punya dan menggunakan kamera. Harganya boleh jadi mahal saat itu. Selain itu,
ilmu fotografi susah didapat, bahkan sekolahnya pun belum ada, terutama untuk
daerah luar ibukota, misalnya Bangka dan Belitung. Sehingga hanya kalangan terbatas yang punya akses pada alat perekam
visual ini.
Akibatnya, jangan heran, kalau generasi-generasi
dibawah tahun 70-an tak punya foto dokumentasi masa kecil. Atau kita bisa saja
kesulitan mendapatkan foto kakek atau ayah kita yang masih bujangan dikarenakan
memang tak ada fotonya. Paling banter, kita cuma dapat foto ketika mereka sudah
tua renta.
Saya tak bilang bahwa ditahun 70-an, kamera tak
ada di Bangka. Namun saya hendak mengetengahkan fakta bahwa, fotografi pada
masa itu bukanlah hal yang lumrah dan awam. Ia jarang masuk ke kampung-kampung,
karena bisa jadi satu kota, fotografernya cuma satu orang saja. Akibatnya yah
itu tadi, kita tak terbiasa dengan fotografi dibandingkan dengan radio atau
televisi.
Sejak zaman Belanda pun, antara sebelum tahun
1900 itu, fotografer Belanda sudah jeprat jepret kehidupan masyarakat penambang
di sejumlah distrik Tambang di pulau Bangka dan pulau Belitung. Gambaran itu
bisa kita lihat kembali pada duplikasi foto dokumentasi seperti portrait orang
kampung di depan pondok, suasana distrik Sungailiat, Belinyu, Muntok dsb,
portrait pejabat atau saudagar Cina, foto kawasan tambang terbuka lengkap
dengan sakan dan para pekerja, sejumlah pekerja etnis Tiong Hoa yang sakit dan
dirawat di rumah sakit Belanda, Foto gedung-gedung pemerintah, dan sebagainya.
Foto-foto ini terambil tentu saja dimasa penjajahan kolonial Belanda.
Kita pun mesti jauh berangkat ke negeri Belanda untuk dapat melihat foto dokumentasi itu. Yang masih tersimpan rapi di perpustakaan atau museum di negeri Kincir Angin ini. Foto-foto yang kita lihat di sejumlah tempat kini di pulau Bangka adalah duplikasinya. Saya belum tahu apakah pemerintah atau sejumlah orang punya foto dokumentasi yang asli, saya belum mendapatkan sumber yang sahih.
Setelah kita merdeka, lepas di tahun 1945,
fotografi tetaplah objek yang langka. Ia
hanyalah milik segelintir orang, yang bisa jadi karena memilikinya dan punya
ketrampilan untuk menggunakannya. Umum kita ketahui, saat itu kamera 35 mm yang
kita kenal sekarang dengan Single Lens Reflect (SLR) Camera, masih dioperasikan
secara manual. Tak bisa langsung jeprat jepret lalu lihat di monitor display.
Ia tak digital seperti sekarang ini. (aksansanjaya)